2 Pabrik Gula di Madiun yang Paling Terkenal

  
Dokumentasi infopublik.com

Masuknya gula pasir dalam Sembilan Bahan Pokok (Sembako) menjadikan kebutuhan konsumsinya begitu tinggi bagi masyarakat Indonesia. Tidak hanya Indonesia, Mimin merasa seantero dunia juga membutuhkan gula sebagai pemanis dalam minuman maupun makanan.   

Oleh karena itu, kapasitas produksi gula menjadi krusial mengingat dampak yang ditimbulkan apabila terjadi kekurangan maupun kelebihan jumlah gula yang dihasilkan. Ini berarti bahwa harga di pasaran sangat ditentukan oleh berapa gula yang sanggup diproduksi oleh pabrik gula wilayah tersebut.

Seingat Mimin nih, di kuartal pertama 2020 sempat terjadi kenaikan gula yang bahkan menyentuh angka 20 ribu rupiah per kilogram, khususnya di Madiun. Tapi syukurlah, saat ini harga gula sudah mulai stabil di angka 11 ribu rupiah per kilogramnya.

Berarti nih, pabrik gula berperan sangat penting dong ya?

Apa Dulur tahu gimana perjalanan pabrik gula di Madiun?

Pabrik Gula Kanigoro

Pabrik ini dulu dibangun di Jalan Kapten Tendean, Sogaten, Madiun. Sayangnya, Pabrik Gula (PG) Kanigoro ini sudah di-non-aktifkan semenjak tahun 2017. Kenapa? Karena tidak tercukupinya suplai tebu untuk diproduksi. Meskipun terdapat lahan tanam tebu di sekitar pabrik, nyatanya hasil panennya tidak dapat memenuhi target suplai pabrik. Oleh karena itu, pengelola PG Kanigoro, PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XI memilih untuk menghentikan produksi pabrik dan mengalihfungsikannya menjadi tempat workshop atau house of maintenance. Selain itu, kapasitas produksi PG Kanigoro memang kecil, sehingga BUMN (Badan Usaha Milik Negara) meminta PTPN untuk menutupnya dan lebih memilih untuk memperbesar pabrik yang memang sudah besar kapasitasnya.

foto: Ananto Hermawan


Sekadar informasi, memang selama tahun 2014 hingga 2016, PG Kanigoro mengalami kerugian. Target suplai tebu yang seharusnya 300.000 ton, hanya mampu dipenuhi sebanyak 100.000 ton. Berkurangnya suplai tebu ini sebagai dampak berkurangnya lahan tanam tebu di wilayah perkotaan, dimana terjadi alih fungsi lahan menjadi perumahan dan lainnya. Ini juga ditengarai karena adanya beberapa PG di wilayah Madiun, sehingga mereka saling berebut untuk mendapat pasokan tebu.

Kegiatan operasional pabrik ini juga dibantu oleh kereta api tebu atau biasa disebut lori, yang biasa transit di Stasiun Kanigoro yang kini sudah tidak aktif.   Pabrik Gula Pagotan

Foto: suarakumandang.com

Pabrik Gula Pagotan beralamatkan di Jalan Raya Ponorogo-Geger, Pagotan, Madiun. Pabrik yang sekarang dikelola oleh PTPN XI ini merupakan peninggalan zaman Belanda. Dibangun pada 1884, pabrik ini dulu berada di bawah NV. Cooy Coostern Van Voor Hout.

Selain menjadi pabrik gula, PG Pagotan pernah dijadikan markas tentara Belanda pada tahun 1948-1949. Setelah cukup hancur karena perang, PG Pagotan direnovasi dan mulai memproduksi gula kembali. Saat itu, PG ini bernama Suiker Onderneming Pagottan yang dikelola oleh Bank Indonesia Negara. Bank ini juga yang akhirnya mengubah nama pabrik menjadi Pabrik Gula Pagottan.

Di zaman penjajahan Jepang, pabrik ini dialihfungsikan menjadi pabrik gips. Penyebabnya adalah banyak alat pabrik yang rusak sehingga Jepang tidak bisa menggunakannya.

Pada 2017, tungku penguapan (evaporator) di pabrik ini pernah meledak Lur, sampai mengakibatkan luka bakar yang cukup parah pada ketiga pekerjanya hingga merenggut nyawa setelah dirawat selama 10 hari di rumah sakit. Selain menimbulkan korban, PG Pagotan juga berpotensi mengalami kerugian hingga 10 Miliar. Kok bisa? Karena meledaknya tangki ini menyebabkan proses produksi harus berhenti selama 14 hari.

Salah satu peristiwa yang cukup fenomenal lainnya adalah pernah ditemukan sesosok mayat di lingkungan PG Pagotan. Almarhum ternyata salah satu pekerja di pabrik. Ditemukan tak bernyawa, polisi membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menemukan teka-teki di balik kematiannya.

    Pabrik Gula Rejo Agung Baru

Stasiun ketel PG Rejo Agung pada 1974 (foto: interaktif.kompas.id)

PG Rejo Agung pada 1910 (foto: blusukanpabrikgula.blogspot.com)


Pabrik gula yang didirikan pada tahun 1894 ini berlokasi di Jl. Yos Sudarso No.23 
Desa Patihan, Manguharjo, Madiun. Awalnya, pabrik ini merupakan salah satu anak perusahaan NV Handel My Kian Gwan, di zaman Belanda. Baru pada 1996, PG Rejo Agung Baru berubah menjadi PT PG Rajawali I unit PG Rejo Agung Baru. Dari namanya, kita tahu bahwa pabrik gula ini dikelola oleh PT PG Rajawali I yang berkantor pusat di Surabaya.

Tahu nggak sih Dulur, apa yang menjadi khas dari PG Rejo Agung Baru ini?

Yap, setiap buka giling, kita akan melihat adanya “pasar malam”di jalan raya depan pabrik gula ini.

Perkembangan pabrik gula di Madiun memang mengalami pasang surut sebelum akhirnya dinasionalisasikan. Pun, produksi gula harus tetap dioptimalkan oleh pemerintah. Kebutuhan gula masyarakat sekitar 5 juta ton harus lebih banyak dipenuhi oleh produksi di dalam negeri daripada dipenuhioleh gula impor. 

Sebagai warga Madiun, kita patut bersyukur Lur. Dengan adanya pabrik gula di Madiun, maka harga gula di Madiun tidak akan mengalami pasang surut, dan selalu diusahakan untuk stabil pasokannya di pasar.

Rujukan surabaya.tribunnews.com, surabaya.bisnis.com, pgrajawali1.co.id, madiuntoday.id, terasjatim.com,