Miskin Strategi Pemkab Madiun Perihal Mitigasi Bencana, Sebuah Sambatan dari Mereka yang Terdampak Langsung

Oleh Sayamsulhadi
Foto : Angin Puting Beliung yang menimpa Wonoasri (5/3) Dokumentasi Pemkab Madiun

Dulu, pas masih ngaji, seorang ustadz bercerita tentang betapa besarnya kehancuran saat hari kiamat.  “Koyok kapok tendang barat.” Dalam bahasa Indonesia artinya “seperti kapas diterjang badai.” Ketika peristiwa yang dijanjikan itu terjadi, seluruh mahluk hidup akan binasa. Cerita yang sangat mengerikan dalam angan-angan saya kala itu. 

Kisah diatas mengajak saya untuk mengingat kembali peristiwa tahunan yang terus terjadi. Beberapa minggu lalu, sebagian besar desa di Kecamatan Wonoasri diterjang angin puting beliung yang memporak-porandakan rumah penduduk, termasuk rumah yang saya tinggali. 

Walaupun jauh dari kata kiamat, istilah “Koyok kapuk tendang barat” yang dijadikan analogi ustadz ketika menjelaskan hari kiamat diatas, nampaknya relevan untuk meng-analogikan peristiwa angin puting beliung yang melanda Kecamatan Wonoasri pada Hari Minggu, 5 Maret 2023.

Awan Hitam Wonoasri Yang Ngeri!

Awan pekat menyelimuti Madiun, listrik padam, sore yang mencekam di Desa Plumpungrejo, Wonoasri. Kira-kira pukul 16.30 WIB. Awan pekat dan listrik yang padam, jadi alarm bahwa akan terjadi sesuatu, warga nampak cemas ketakutan, kondisi yang tidak menyenangkan.

Tak berselang lama, hujan pun turun. Semakin deras disertai angin kencang. Hanya berselang beberapa menit, angin seoalah-olah berubah menjadi krucut putaran yang menari-nari, melahap apa saja yang ada dihadapannya. Ketakutan yang semakin nyata!

Jalan yang mulanya digunakan manusia untuk berlalu lalang, berubah jadi tempat berkumpulnya warga, sebuah upaya untuk menyelamatkan diri dari ganasnya puting beliung. Nenek tua dengan tongkatnya, nampak tertatih-tatih keluar rumah untuk menyelamatkan diri, raut wajah ketakutan seorang ibu, ia mendekap buah hatinya bersama derasnya terjangan air hujan. 

Angin semakin kencang, pohon bertumbangan, genteng rumah warga nampak berterbangan. Lantunan adzan berkumandang, dengan harapan sang pencipta menghentikan badai yang ada. “Cleret Tahun, dadungmu pedot sitok” teriak kakek paruh baya dengan penuh harap, konon katanya, kalimat tersebut untuk menolak datangnya angin puting beliung. Tetapi alam berkehendak lain. Angin puting beliung tetap saja menerjang pemukiman warga.

20 menit berlangsung, angin badai memporak-porandakan desa. Lambat laun, badai berangsur redam. Dampaknya luar biasa menyedihkan, rumah warga rusak, pohon pisang yang buahnya siap panen tumbang diterpa badai. Kecamatan Wonoasri jadi pusat perhatian masyarakat. Kemudian berkembang menjadi isu regional Kabupaten Madiun.

Kepatutan Sosial Bupati Madiun

Foto : Bupati Madiun, Ahmad Dawami Ragil Saputro saat Mengunjungi Lokasi Bencana Angin Puting Beliung di Wonoasri (5/3) lalu

Mungkin, mendapat kabar bahwa Kecamatan Wonoasri dilanda angin puting beliung, Bupati Madiun Ahmad Dawami Ragil Saputro yang akrab disapa Kaji Mbing, langsung meninjau lokasi. Tentu hadirnya orang nomor satu di Kabupaten Madiun itu menjadi harapan bagi warga terdampak bencana.

Entah ada hal yang perlu diapresiasi apa tidak, sudah menjadi hukum normatif dan tanggung jawab moral seorang Bupati ketika warganya mendapatkan musibah bencana, baiknya memang meninjaunya secara langsung. Tetapi saya berpendapat datangnya Bupati dilokasi hanya sekedar menggugurkan hukum kepatutan sosial saja, tanggung jawab jabatan.

Menurut saya, tinjauan bupati di lokasi bencana itu tidak menawarkan kebijakan yang solutif. Hal tersebut berdasarkan pengamatan ketika beliau hanya menganjurkan agar warga menebang pohon yang rawan tumbang. Pernyataan yang keluar dari diri beliau itu, menurut saya hal yang biasa-biasa saja, jauh dari kata istimewa. 

Miskin Strategi Pemerintah dalam Menerapkan Mitigasi Bencana

Tercatat dua kali dalam dua tahun terakhir, Kecamatan Wonoasri menjadi langganan angin puting beliung, tidak menutup kemungkinan bencana itu akan datang kembali walau harapanya tidak terulang lagi. Namun, setelah terjadinya bencana itu, tidak ada startegi yang benar-benar apik dari pemerintah. Mendapati hal demikian, salahkah saya berkesimpulan bahwa Pemerintah Kabupaten Madiun memang miskin strategi dalam mitigasi bencana?

Harusnya untuk meminimalisir kerusakan dan kerugian atau bahkan korban jiwa saat bencana tersebut. Pemerintah Kabupaten Madiun, seyogianya memunculkan trobosan kebijakan yang jitu. Tidak hanya memberikan bantuan sembako saja, tetapi bantuan kerugian kerusakan dan mitigasi bencana yang efektif harus menjadi prioritas utama. Saya rasa bantuan sembako itu kalau ditunjukan bagi korban bencana puting beliung salah alamat.

Sebagai cah Wonoasri asli, izinkan saya mengkritik dan sambat atas problematika tahunan ini. Kata Rocky Gerung, ketika ada yang berpendapat bahwa seorang warga negara mengkritik kebijakan pemerintah harus disertakan solusi, itu salah besar. Karena definisi kritik adalah mengurai permasalahan. Jikalau ada kritik disertai tawaran solusi itu adalah bonus. Maka dari itu saya akan mencoba memberikan bonus atau bahasa halusnya orang Madiun urun rembuk kepada pemerintah, terutama Pak Bupati yang terhormat.

Urun Rembuk!

Pertama, untuk mencegah kemungkinan buruk terjadi saat bencana alam puting beliung, harus ada sosialisasi terhadap warga desa mengenai perlindungan diri setiap individu ketika ada bencana alam. Memberitahukan warga mengenai tanda-tanda cuaca buruk yang memungkinkan terjadinya bencana alam puting beliung, terutama untuk daerah yang menjadi langganan.Tentu hal ini tidak hanya berlaku untuk bencana alam puting beliung saja..

Kedua, mempersiapkan basement sebagai ruang anti badai yang dianggap paling aman, ya minimal satu RT satu basement, prioritaskan wilayah desa yang menjadi langganan bencana alam puting beliung, hal ini cukup efektif untuk menjamin keselamatan warga ketika bencana datang lagi.

Ketiga, ini merupakan solusi yang mungkin dianggap utopis bagi Pemerintah Kabupaten bahkan Provinsi hingga Pusat. Yaitu menciptakan rumah tahan badai disetiap penduduk bagi yang daerahnya rawan bencana. Hal itu saya kiaskan penduduk Jepang yang sudah menerapkan rumah tahan gempa, mengingat Jepang merupakan Negara yang seringkali diguncang gempa. Maka bukan tidak mungkin kalau Pemerintah juga menerapkan hal seperti itu, tidak hanya tahan gempa tetapi juga rumah tahan badai.

Pada intinya pemerintah Kabupaten harus menciptakan solusi yang radikal untuk menanggulangi bencana tahunan ini, tidak hanya memberikan bantuan logistik saja. Kalau perlu membuat Perda atau sejenis regulasi dan payung hukum mengenai penanggulangan bencana yang dijamin ke-efektifannya. Sekian. Terima Kasih. Salam dari tanah Wonoasri.

Ditulis oleh 
Sayamsulhadi 
Instagram @bang_.syam | Aktif di Organisasi kepemudaan dan berjuang menghidupkan Demokrasi yang Otentic di Madiun

Editor : Geza Bayu Santoso