Madiun, Karl Mark, dan Agama


Kemiskinan yang disebabkan oleh eksploitasi ekonomi, perbudakan dan feodalisme telah menciptakan stratifikasi sosial yang tidak adil, terutama bagi masyarakat proletar. Para kapitalis dari golongan borjuasi, secara sistematis dan struktur menindas golongan lemah. Mereka memanfaatkan kelas rendah atau golongan lemah untuk mengeruk keuntunganya sendiri.

Sehingga penderitaan yang disebabkan oleh kemisikinan tidak pernah reda dari waktu ke waktu. Tindakan pengeksploitasian terhadap orang-orang miskin, dengan bentuk tenaga kerja yang diberi upah rendah, melahirkan perlawanan-perlawanan bagi kaum buruh. Baik buruh tani, buruh pabrik dan kaum proletar lainnya yang tertindas dan menuntut persamaan hak antar sesama warga negara.

Culture atau bahkan sistem kapitalisme yang disetir oleh segelintir konglomerat (baca: oligarki) yang sudah mendarah daging di negeri tercinta ini, nampaknya masih terasa hingga sekarang. Hal itu direpresentasikan regulasi-regulasi yang tidak berpihak kepada kaum lemah. Contohnya UU Cipta Kerja atau bisa disebut dengan Omnibuslaw, yang hingga saat ini masih gencar-gencarnya ditolak oleh kaum buruh dan mahasiswa.

Para golongan buruh yang ada di Madiun juga makin sadar akan fenomena ini, beberapa waktu silam, mereka mengadakan aksi demo menolak praktik-praktik kapitalisme yang tidak berpihak pada kesejahteraan buruh. Adapun dengan  kasus tersebut, penulis teringat tokoh yang jadi simbol perlawanan bagi kaum buruh yaitu Karl Marx, tokoh yang punya pandangan oposisi terhadap sistem kapitalisme.

Karl Marx dan Stratifikasi Kelas

Ditengah sibuknya pengeksploitasian kaum proletar atau kaum lemah, muncullah sesorang bernama Karl Marx, ia berusaha membebaskan kaum proletar dari belenggu kapitalisme lewat gagasan-gagasannya. Kaum Proletar mendapatkan angin segar dengan kemunculan pendapat Karl Marx, sehingga mereka terilhami untuk melawan. Sementara itu, kaum borjuis dan kapitalis merasa terancam dengan gerakan Karl Marx.

Karl Marx mengagas sosialisme demi mengangkat derajat orang-orang miskin yang tertindas dan mendirikan masyarakat yang setara tanpa adanya hirarki kelas di tengah-tengah gempuran kapitalisme barat. Ajaran sosialisme Karl Marx mencoba menghapuskan sistem kelas sosial di tengah-tengah masyarakat. Adapun sistem kelas sosial selama ini hanya menguntungkan para konglomerat atau kaum borjuis.

Hingga saat ini sosialisme Karl Marx masih memiliki pengaruh yang cukup dominan. Benih-benih itu masih tumbuh dengan bentuk perlawanan kaum buruh, rakyat miskin dan gerakan akar rumput. Berkaca pada Indonesia sendiri yang menganut sistem demokrasi Pancasila. Pengaruh ajaran Karl Marx pernah menjadi sebuah kekuatan yang penting. Adapun ajaran tersebut dipelopori Partai Komunis Indonesia (PKI) pada saat itu. Bahkan presiden Soekarno disinyalir memiliki kedekatan tersendiri dengan kalangan komunis. Kemudian ia merintih sebuah gabungan ideologi atau paham yang disebut dengan Nasionalis, Agamis, dan Komunis yang kemudian dikenal dengan Nasakom.

Kesinambungan Ajaran Nabi Muhammad dan Karl Marx

Dalam pandangan Islam, pemikiran Karl Marx senafas dengan ajaran yang dibawa Rasulullah Muhammad SAW. Hasan Hanafi dalam karyanya yang berjudul Islam in the Modern World, Volume II memberikan pengertian, bahwa Islam dan Sosialisme yang diusung Karl Marx meimiliki prinsip yang sama yaitu menempatkan masyarakat pada posisi yang setara, tidak ada yang kuat, superior dan inferior.
Dalam catatan historis, penyebaran Islam di periode awal, tepatnya di Mekah, sebelum Nabi Muhammad SAW hijrah ke Yatsrib (Madinah) tercatat bahwa masyarakat Mekkah yang mayoritas para hartawan atau kapitalis pada saat itu, menolak agama baru dikarenakan adanya ketakutan terhadap ajaran egalitarian yang ditawarkan. Tentunya yang akan mengancam kedudukan tinggi para kapitalis Mekkah.

Persoalan yang muncul para elit Mekkah terhadap Nabi Muhammad SAW bukan semata-mata karena perbedaan keyakinan yang selama ini kita ketahui. Pada dasarnya masyarakat Mekkah sudah meyakini adanya Allah yang telah memerintahkan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail untuk membangun Ka’bah, bahkan mereka masih mengormati dan mengakui kesucianya yang diwujudkan dengan Tawaf mengelilingi Ka’bah.

Munir Che Anam dalam bukunya yang berjudul Muhammad dan Karl Marx Tentang Masyarakat Tanpa Kelas mengatakan, penolakan mereka tentang ajaran Muhammad terlebih dikarenakan persoalan kekuatan konsekuensi ekonomi dan sosial yang di ajarkan Nabi Muhammad itu sendiri. Adapun ajaran Nabi Muhammad mengandung prinsip, melawan segala bentuk dominasi ekonomi, pemusatan dan monopoli harta. Serta penimbunan dan perbudakan.

Ajaran Nabi Muhammad Menentang Sistem Stratifikasi Kelas

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Nabi Muhammad hadir di tengah masyarakat, bukan sekedar mengajarkan ketaatan umatnya kepada sang pencipta. Namun, kehadiran Nabi Muhammad juga sebagai pemimpin revolusi, memobilisasi masyarakat untuk melawan ketimpangan sosial pada waktu itu.

Islam sesungguhnya ajaran yang telah menentang dan menghapuskan sistem kelas sosial kurang lebih 1200 tahun yang lalu. Sebelum Karl Marx menggagas ide tentang kesamaan kelas dengan konsep sosialisme-nya., Islam sudah menanamkan prinsip itu. Nabi Muhammad dan Karl Marx sama-sama mengajarkan sosialisme dan melawan segala bentuk penindasan yang dibungkus secara rapi dalam tatanan kapitalisme. 

Penulis Syamsul Hadi