Melihat Permasalahan Pendidikan Indonesia, Omong Kosong Peran Pendidikan?

Ilustrasi

Cita-cita bangsa Indonesia di Tahun 2045 terdiri atas empat pilar, yaitu pembangunan manusia serta penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, pembangunan ekonomi berkelanjutan, pemerataan pembangunan, dan pemantapan ketahanan nasional serta tata kelola pemerintahan. Cita-cita ini didasarkan pada perjalanan Bangsa Indonesia menuju usia emasnya yang jatuh pada tahun 2045.

Permasalahan pendidikan di Indonesia tidak ada habisnya karena kompleksitas permasalahan yang ada dalam dunia pendidikan nasional menguras pikiran dan tenaga anak bangsa dari waktu ke waktu untuk memperbaiki situasi pendidikan nasional.  Undang-undang Sisdiknas tahun 2003 menyatakan bahwa tujuan pendidikan Indonesia adalah untuk menghasilkan manusia yang berakhlak dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, namun dalam prosesnya masih terdapat berbagai kendala yang menghalangi mereka untuk menemukan jalan yang jelas menuju tujuan tersebut secara komperhensif. 

Padahal, di bidang ini, jika dibandingkan dengan negara lain, masih terdapat kesenjangan yang besar dalam kualitas prestasi anak-anak di negara lain khususnya di bidang akademik. Bahkan di kawasan Asia Tenggara, kualitas pendidikan nasional di negara kita tertinggal jauh dari negara tetangga yaitu Malaysia dan Singapura. Menuju Indonesia emas pada tahun 2045, Indonesia justru mengalami beberapa tantangan yaitu adalah :

Pertama, Indonesia menghadapi bonus demografi yaitu jumlah penduduk usia produktif yang besar, yakni mereka yang berusia 14-64 tahun, akan mencapai sekitar 52% dari penduduk Indonesia selama tahun 2020-2036. Kedua, selain bonus demografi, Indonesia juga mengalami stunting, yaitu kekurangan gizi pada bayi di bawah usia lima tahun. Bayi tidak akan tumbuh optimal jika keterlambatan perkembangan tidak diatasi. Saat ini, Indonesia menempati urutan ke-64 dari 65 negara yang mengalami stunting. Stunting ini telah merugikan Indonesia 11% dari Produk Domestik Bruto (PDB), sehingga lembaga PAUD harus mengetahui masalah dan cara mengatasinya. Begitu pula dengan keluarga, dalam hal ini orang tua, juga harus mengetahui keadaan tersebut dan mengetahui solusinya agar anak tetap ternutrisi dan sesehat mungkin.

Ketiga, yakni dalam SDG’s 2030 Indonesia sudah berjanji untuk memenuhi 17 tujuan SDG’s, antara lain tidak ada lagi anak yang tidak ikut Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang berkualitas yang mana setiap tahun akan dimonitoring langsung oleh PBB. Keempat yakni sistem pendidikan dasar dan menengah di Indonesia yang belum sempurna yang mana salah satu indikatornya yaitu adanya anak putus sekolah di jenjang sekolah dasar sampai menengah. Dalam data yang dikeluarkan oleh Kemendikbud terdapat sebanyak 1,2 juta pelajar yang belum selesai pendidikan dasar memilih ke pasar untuk bekerja tanpa keterampilan.

Kelima, yakni masalah pengangguran yang semakin terbuka lebar sehingga diperlukan pembentukan gerakan nasional untuk mengaatasi pengangguran. Keenam, kemajuan dibidang sains dan teknologi khususnya, Teknologi Informasi yang mana kemajuan TI saat ini mempengaruhi seluruh aspek kehiduan manusia salah satunya akan banyak jenis pekerjaan manusia hilang digantikan oleh robot. Namun akan juga muncul pekerjaan jenis hybrid yang belum ada aturannya seperti penggunaan transportasi online, toko online, dan lain sebagainya.

Ketujuh, yaitu terbitnya berbagai aturan antara lain Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah yang mana salah satu konsekuensinya PAUD dan pendidikan dasar jadi kewenangan daerah. Dengan adanya aturan tersebut tentu saja menuai berbagai kendala dan problematika yang mana di satu sisi pusat tidak punya kewenangan, namun di sisi lain masih banyak pemda yang kaku dan setengah hati melaksanakan tugasnya. 

Penulis Raimundus Mere Hera
Ketua Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Madiun “Sanctus Ambrosius” Periode 2023-2024