Omong Kosong Duta Wisata dan Wacana Adiluhung Kota

foto: madiuntourism

Tidak ada yang tahu pasti sampai kapan catatan mingguan ini terus diproduksi. Yang pasti, Madiun tidak akan pernah sepi dengan info dan khayalan adiluhung tentang kota yang paripurna. Catatan Mei Minggu kedua ditulis dengan hati yang riang, penuh kesadaran, meskipun sedikit ngantuk. Wajar, artikel tidak bermutu ini diketik pukul 03.05 AM, waktu dimana manusia normal beristirahat, tapi begitulah hidup, yen kabeh turu, njur sopo sing njogo Endonesa?

Oh iya, catatan ini ibarat kertas yang dimasukkan botol lalu dilepas di lautan luas. Tidak jelas dimana akan menepi, siapa yang membuka dan membacanya akan terus jadi pertanyaan. Begitu juga saat catatan medioker ini dipublikasikan, saya sama sekali nggak ngerti siapa yang akan baca, siapa yang bakal tersinggung dengan isi tulisan, atau bahkan kalau nggak ada yang baca ya ndak papa. Wong artikel ini tidak bermutu!
______________

Mari kita mulai dari gemerlap kota yang fana. Pemerintah Kota Madiun bakal tambah ikon di kawasan PSC. Menara Jam Big Ben Inggris serta Kincir Angin Belanda akan meramaikan khazanah spot selfie, keduanya akan diletakkan di sebelah barat miniatur menara Eiffel. Perlu dulur ketahui, kalau kawasan Sumber Wangi ini memiliki banyak sekali miniatur dunia: Patung Merlion, Kereta Shinkansen, Ka’bah, dan Menara Eiffel.

Luar biasa Pak Maidi, kalau saya boleh usul, mbok dibangunke patung Tuhan Yesus. Alasannya sederhana, biar atmosfer toleransi di Kota Madiun nampak di tengah kota dan kerukunan masyarakat beragama ter-representasikan. Sebab kota yang besar adalah kota yang menghargai perbedaan, tapi kalau ditolak ya nggak papa, wong ini hanya usul, ditambah lagi saya wong Kabupaten, jadi kurang etis kalau memaksakan kehendak ke saudara muda.

Dunia ini patuh dengan hukum timbal balik, ada spot foto itu artinya ada keramaian, ada keramaian berarti ada potensi kemacetan. Nah, mitigasi menghadapi kemacetan harus segera difikrikan, kalau nggak segera dicarikan solusi, bisa diluar nayla nanti crowdednya. Bangun juga lahan parkir yang memadai, diskusikan terkait transportasi publik, persiapkan tata kelola kota yang jelas. Jangan sampai periode selanjutnya malah panen banjir.
____________

Pemkab Madiun gelar seleksi Duta Pariwisata dan Duta Batik, seleksi ini bertujuan untuk memilih pemuda/i ter-good looking. Maaf, maksud saya, terbaik. Generasi muda yang terpilih nanti akan menjadi representasi atau wajah dalam mengenalkan potensi wisata dan budaya batik di wilayah Kabupaten Madiun. Seleksi ini diikuti 100 peserta, dan 80 diantaranya lolos seleksi administrasi.

80 peserta yang lolos seleksi ini bakal melalui kawah candradimuka, mengikuti seleksi tulis dan wawancara di Pendopo Ronggo Djoemeno, Mejayan. Pelaksanaan tes tulis ini meliputi pengetahuan umum, kemampuan berbahasa inggris, dan pengetahuan tentang wisata dan budaya batik. Lanjut, akan terpilih 20 finalis ter-good looking. Aduh, maaf, maksud saya terbaik. 20 finalis terbaik akan memasuki tahap final.

Dengan pemilihan Duta Pariwisata dan Batik ini, semoga promosi wisata di Kabupaten Madiun lebih maksimal, wisata-wisata yang sepi karena pandemi bisa recovery dan bangkit kembali, banyak dikunjungi wisatawan dan menambah pendapatan asli daerah. Aduh, tapi kok sulit rasa-rasanya, masyarakat babar blas nggak ngerti apa yang duta-duta lakukan.

Peranan dan kontribusi mereka patut kita pertanyakan ulang, lha piye? acarane gawe duit rakyat bos! kalau apa yang mereka lakukan hanya sekedar berdiri senyum-senyum tebar pesona, Dhidan Tomy saja bisa. Apalagi yang masyarakat lihat malah ekslusivitas duta yang sering berdiri mendampingi bupati, membawa baki, ikut rapat yang nirfaedah, dan segenap pekerjaan yang nampak jauh dari masyarakat.

Idealnya, pemenang dalam ajang duta pariwisata adalah mereka yang telah berbuat untuk daerahnya bukan telah berteori untuk daerahnya. Kalau pemenang hanya dinilai dari beauty dan menegasikan behavior and brain. Saya yakin Dhidan Tomy lolos bosku, wong prejengane gagah, raine nyenengno, pikirane yo jernih, cocote yo trengginas, ditambah lagi sholate sregep.

Saya sebagai masyarakat Madiun sama sekali belum merasakan dampak dari adanya ajang pemilihan semacam ini, output yang mereka hadirkan masih jauh dari harapan. Yang kami lihat hanyalah rutinitas event agar anggaran terserap. Semoga pemenang tahun ini bisa mewarisi skill, knowledge, dan attitude dari Gus Dhidan Tomy, mampu membangkitkan wisata Kabupaten Madiun yang akhir-akhir ini nampak mati suri.

Sebagai masyarakat Madiun yang mbladus dan semenjana, semoga mereka yang lolos tahap final tidak menjadikan ajang ini sebagai panggung untuk mencari popularitas apalagi gaya-gayaan untuk mengisi feed instagram. Semoga pemahaman akan budaya daerahnya benar-benar mendalam, tidak hanya info apa adanya yang diperoleh selama proses pemilihan. Atau malah pemahaman normatif yang dibalut retorika belaka.

Fakta bahwa mayoritas duta wisata masih berstatus pelajar/mahasiswa juga harus kita sadari, status ini nampak mempersulit kontribusi mereka karena kesibukan personal. Sudah segini saja, saya percaya mereka yang terpilih nanti adalah putra/putri terbaik Kabupaten Madiun yang siap membawa perubahan untuk wisata dan budaya daerahnya. Akan selalu ada upaya untuk berbenah meski nampak susah. Tabik!