Percaturan Partai Politik Kabupaten Madiun


Tinggal menghitung bulan, pemilihan umum (pemilu) akan dilaksanakan. Hal itu ditandai dengan hiruk pikuk masyarakat Indonesia yang mulai membicarakan  politik dari akar rumput hingga puncak kekuasaan. Bahkan tidak jarang masyarakat terlibat dalam perdebatan politik, baik di dalam forum luar jaringan maupun media sosial. 

Dalam khazanah ilmu komunikasi politik, etimologi dari politik sendiri adalah Art Of Posibelity atau seni berkemungkinan. Maka dapat disimpulkan bahwa politik adalah ajang untuk mencapai hajat dengan segala cara. Entah dengan cara baik maupun tidak.

Adapun mengenai hal itu, alih-alih ingin mensejahterakan rakyat, sudah tidak lagi menjadi rahasia umum, bahwa para elit partai menghalalkan segala cara untuk bisa berkuasa, menarik simpati masyarakat, dan menjalankan praktik kekuasaan yang melenceng dari nilai filosofis bangsa.

Membaca Dinamika Politik Madiun

Dampak dari dinamika politik nasional nampak sudah merambat ke penjuru daerah. Tak terkecuali Kabupaten Madiun, wilayah yang tak hentinya memantik pertanyaan why why why. Secara historis,  Madiun menjadi salah satu daerah yang penting untuk memainkan peran politik.

Tercatat pada masa awal kemerdekaan, Madiun pernah menjadi ladang para elit partai untuk merebut kekuasaan. Mulai dari konflik PKI dengan Masyumi, hingga meletusnya konflik senjata, terlepas dari kontroversi siapa yang benar dan siapa yang salah.

Dewasa ini, pola manuver politik mengalami banyak perubahan. Masing-masing partai memiliki pola khusus untuk mendapatkan suara rakyat.

Membaca Basis Suara Partai di Madiun

Mengaca dari pemilu tahun 2019, PDIP dan PKB masih jadi partai politik dengan jumlah suara terbanyak. Dua partai tersebut menduduki 9 kursi di DPRD Kabupaten Madiun, diikuti oleh Golkar 6 kursi, Demokrat 6 kursi, Nasdem 5 kursi, Gerindra 4 kursi, PKS 2 kursi, Hanura 2 kursi dan PKPI 2 kursi.

PDIP dan PKB menjadi dua partai yang punya bargaining sangat mengagumkan  di Kabupaten Madiun. Tidak heran mereka punya basis dukungan akar rumput yang loyal kepada partai, kadernya ada ditiap desa, basis massanya tersebar luas di Kabupaten Madiun. Baik dari kalangan atas maupun menengah ke bawah.

Mengurai Kedikdayaan PDIP di Kampung Pesilat

Saat pemilu 2019, PDIP menjadi pemenang skala nasional, ratusan kadernya menduduki kursi parlemen. Simpatisan Joko Widodo menjadikan partai banteng menang telak, menyumbang banyak wakilnya di legislatif. Memang PDIP tidak pernah gagal untuk meraup hati masyarakat.

Diprediksi pada puncak pemilu yang akan datang, partai banteng moncong putih ini akan tetap mendominasi. Bukan tanpa dasar, menurut berbagai lembaga survei mulai dari Lembaga Survei Indoneisa (LSI), Litbang Kompas, Indikator Politik Indonesia hingga Carta Politica, membuktikan bahwa elektabilitas PDIP masih dingin dipuncak survei, per bulan Mei 2023.

Berdasarkan Survey Indikator Politik Indonesia per bulan April hingga Mei, PDIP masih kokoh dipuncak survey dengan mendapatkan 20% elektabilitas, disusul Gerindra 17,2%, Golkar 7,8 %, Demokrat 7,7%, NasDem 6,2%, PKB 6,1%, PKS 5,7%, PAN 2,7%, PPP 2,6 %, Partai Perindo 2,5%, Partai Hanura 0,9%, Partai Garuda 0,6 %, PSI 0,5 %, Partai Gelora 0,6 %, PBB 0,4%, Partai Ummat 0,3%, Partai Buruh 0%, dan PKN 0 %.

Merujuk data tersebut, membuktikan masih superiornya PDIP dalam kancah perpolitikan Indonesia maupun daerah.  Hal ini memantik banyak pertanyaan, salah satunya, apa indikator yang membuat suara PDIP masih kuat? Meskipun akhir-akhir ini komunikasi publik  PDIP sangatlah buruk. Tetapi, PDIP terbilang cukup sukses dalam memelihara simpatisan dan basis suaranya. 

Di Madiun khususnya, masyarakat dari kalangan bawah, baik petani maupun abangan penghuni warung tengah sawah (WTS), kebanyakan dari mereka, partai yang melekat pada dirinya adalah PDIP. Selain itu, di Madiun yang sering mendapatkan tender pertanian, pengairan sawah atau proyek-proyek kecil di desa tidak lepas dari peran partai banteng. Maka, wajar saja, PDIP di parlemen daerah mendapatkan kursi yang cukup banyak, bahkan membawa kader PDIP menjadi ketua DPRD Kabupaten Madiun.

PKB Menjadi Partai Peneyeimbang PDIP

Partai yang superior di Madiun selain PDIP adalah Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Adapun mengenai PKB nampaknya memiliki pola yang berbeda mengenai basis suaranya di Kabupaten Madiun. Pola PKB dalam memperoleh suara mungkin ada yang sama dengan pola PDIP: mengambil proyek strategis, melakukan pendekatan cultural dan menebar janji. Terlepas dari itu, PKB punya cara tersendiri yang unik.

PKB dalam hal suara sudah terbilang mapan. Walaupun survei nasional masih berada di poros tengah, 6 tingkat dibawah PDIP. Namun, suara PKB di Kabupaten Madiun cukuplah banyak, hal ini tentu tidak lepas dari PKB yang secara pragmatis menempati pos-pos penting dijajaran  pengurus Nahdlatul Ulama (NU). Tidak hanya itu, para kader PKB cukup berhasil untuk mengorganisir banom-banom NU untuk menjadi relawannya, seperti Anshor, Muslimat, Fatayat dan IPNU-IPPNU.

PKB di Kabupaten Madiun menjadi cukup besar karena ada sosok yang benar-benar di kenal baik oleh masyarakat, ia adalah  Muhtarom S.Sos yang kini menjabat  ketua DPC PKB Madiun dan duduk di kursi parlemen  DPR RI. Walaupun sudah tidak menjabat lagi sebagai Bupati Madiun, simpatisan Mbah Tarom nampaknya masih loyal mendukungnya, hal ini nampak berpengaruh terhadap elektabilitas PKB di Madiun.

*penulis adalah sosok yang pindah dari satu hotel ke hotel yang lain untuk misi politik senyap