Paguyuban Madiun Kampung Pesilat dan Tumpang Tindih Tanggung Jawab

foto: jatim.idntimes.com

Kota Madiun dijuluki sebagai Kota Pendekar, hal tersebut karena banyak organisasi pencak silat yang berada di Kota Madiun. Organisasi pencak silat yang banyak itu berakibat pada terjadinya konflik horizontal antar perguruan pencak silat. Konflik yang terjadi mayoritas bersifat bentrokan dan  mendapatkan perhatian khusus dari masyarakat Madiun juga pemberitaan nasional. Tentu saja, konflik antar perguruan pencak silat membuat masyarakat menjadi resah dan tidak nyaman sebab dampak dari konflik tersebut bisa saja berdampak kepada kehidupan sosial.

Konflik antar perguruan pencak silat di Madiun tersebut mayoritas terjadi karena adanya kesalahpahaman satu sama lain sehingga terjadi percikan konflik yang berakibat pada terjadinya bentrokan yang lebih besar. Hingga saat ini permasalahan antar perguruan pencak silat masih belum tertangani dengan maksimal, sehingga bentrokan antar perguruan pencak silat berpotensi terjadi kembali. Apabila bentrokan ini terjadi kembali, maka perlu adanya pihak-pihak yang bertanggung jawab karena bentrokan tersebut akan berdampak kepada masyarakat. 

Adapun pihak yang bertanggung jawab dalam peristiwa tersebut yaitu pemerintah dan organisasi dari perguruan pencak silat yang terlibat. Kedua lembaga tersebut memiliki peran yang krusial dalam menangani bentrok antar perguruan pencak silat di Madiun. Hal tersebut karena salah satu penyebab bentrok antar perguruan pencak silat karena masih lemahnya pembinaan yang dilakukan oleh pemerintah dan organisasi pencak silat kepada para anggotanya. Oleh karena itu kedua lembaga ini memiliki tanggung jawab yang besar apabila bentrok terjadi kembali, mulai dari pencegahan, penghentian, hingga pemulihan pasca konflik.

Bentrok antar perguruan pencak silat di Madiun sudah sering terjadi, salah satu upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah Madiun dan organisasi perguruan pencak silat yaitu membentuk sebuah organisasi yang bernama Paguyuban Madiun Kampung Pesilat dengan tujuan mengelola konflik melalui kegiatan yang telah diorganisir agar konflik tidak terjadi lagi. Selanjutnya, organisasi tersebut menjadi wadah mediasi antar perguruan yang melibatkan lembaga pemerintah seperti TNI/POLRI. Upaya yang dilakukan oleh pemerintah tersebut masih kurang maksimal, terbukti dari masih adanya beberapa konflik yang terjadi setelah paguyuban tersebut dibentuk. Oleh karena itu perlu adanya upaya lain yang harus dilakukan agar konflik ini tidak terjadi kembali.

Konflik antar perguruan pencak silat di Madiun ini bukan menjadi tanggung jawab satu pihak saja, akan tetapi perlu adanya kolaborasi bersama antara pemerintah dan organisasi perguruan pencak silat dalam menangani konflik tersebut. Beberapa bentuk tanggung jawab yang dapat dilakukan bersama yaitu memberikan bimbingan, penyuluhan, serta pembinaan kepada seluruh anggota perguruan pencak silat agar menjadi pendekar yang mengutamakan keamanan masyarakat, patuh terhadap hukum dan menolak segala bentuk kejahatan. Polisi sebagai lembaga pemerintah juga memiliki tanggung jawab untuk mencegah terjadinya konflik tersebut, tanggung jawab yang dapat dilakukan yaitu dengan menempatkan personil Kepolisian di daerah-daerah atau di tempat-tempat yang rawan terjadinya konflik. 

Pada dasarnya, pemerintah Madiun dan organisasi perguruan pencak silat memiliki tanggung jawab dalam melakukan strategi manajemen konflik apabila bentrok antar perguruan pencak silat kembali terjadi. Hal tersebut karena pemerintah harus menjamin bahwa masyarakat Madiun tetap aman dari segala bentuk kejahatan yang mengancam dan organisasi perguruan merupakan wadah dari para anggotanya yang melakukan bentrok. Apabila kedua lembaga tersebut dapat berkolaborasi maka dapat meminimalisir terjadinya potensi bentrok yang terjadi.

Lira Vira Anatasya

Mahasiswa Ilmu Pemerintahan 
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik 
Universitas Muhammadiyah Malang