Selamat Jalan Pariwisata Kabupaten Madiun, Surat Cinta Untukmu!

foto: kelloggsnyc.com

Terkesima, kagum, dan heran dengan apa yang sudah dilakukan Kabupaten Banyuwangi, keberhasilan mereka bangkit dan menjadi daerah pendatang yang gemilang dalam dunia pariwisata benar-benar menakjubkan. Menjadikan pariwisata sebagai mindset dan pondasi dalam membangun daerah adalah tugas panjang yang berat, tapi ketakutan diatas seketika patah saat membaca capaian pariwisata Kabupaten Banyuwangi di bawah komando Azwar Anas. Bupati Banyuwangi dengan visi kepemimpinan, kerja sama, dan gaya komunikasi yang mengagumkan.

Terdiam, merenung, dan bertanya. Itulah kondisi saat saya tuntas membaca 5 artikel capaian pariwisata Banyuwangi, terdiam karena heran, merenung karena bingung, dan bertanya sejauh apa upaya Dinas Pariwisata Kabupaten Madiun dalam mengembangkan potensi yang ada. Berselancarlah mencari jadwal event di instagram Disparpora, hasilnya tidak ada, mengulik website Disparpora pada kolom event juga berakhir sama, hanya kehampaan yang saya temui, benar-benar remok!

Hal ini patut kita renungkan bersama, perihal pengembangan, daya saing pariwisata, dan sinergitas agar wisata yang ada di Kabupaten Madiun bangkit dari “mati suri”. Momen lebaran panjang tahun lalu juga belum mampu membangkitkan angka kunjungan wisatawan, meski ada peningkatan, tapi angka yang dicapai jauh dari kata maksimal. Fakta semacam ini bertolak belakang dengan pembinaan, alokasi anggaran, dan segala upaya dalam mengembangkan pariwisata di Kabupaten Madiun.

Kaji Mbing sapaan akrab Bupati Madiun, mengajak masyarakat untuk menciptakan inovasi wisata baru dan meminta masyarakat untuk meramaikan wisata yang ada di Kabupaten Madiun, ajakan seperti ini tak wajib kita sepakati, kalau wisatanya memang tidak menarik, tidak mampu menerjemahkan tujuan manusia untuk berpariwisata, buat apa kita memaksakan kehendak “local pride”  untuk healing di Kabupaten Madiun. Ah, sebuah ajakan yang absurd dan ra masok!

Masih banyak hal yang ingin saya “cangkemi” perihal wisata di Kabupaten Madiun, ada banyak kritik yang sebetulnya gurih untuk dilayangkan, tapi buat apa, tidak begitu penting juga, toh kemungkinan besar tulisan ini tidak dibaca oleh pejabat publik yang repot dengan urusan administratif itu. Alangkah lebih baiknya kita sama-sama belajar dari keberhasilan Kabupaten Banyuwangi, ada beberapa poin yang perlu kita pahami dibalik kegemilangan daerah paling timur pulau jawa ini.

Festival Adalah Koentji

Saat lawatan ke Banyuwangi, saya agak terkejut dengan festival yang ternyata sudah jadi agenda tahunan Pemerintah Banyuwangi, ratusan event terjadwal rapi dan tertulis jelas di baliho pinggir  jalan. Jumlah festival di Banyuwangi tercatat lebih dari 120 event, baik itu event kuliner, olahraga, budaya, religi, digital, dan lain-lain. Festival menjadi alat utama untuk menggerakkan pariwisata Banyuwangi, terbukti dengan perkembangan yang sangat signifikan.

Festival menjadi strategi yang efektif untuk menghidupkan ekosistem pariwisata, lewat event yang terselenggara, simbiosis mutualisme antara pemerintah dan masyarakat terbangun. Sebagai masyarakat Kabupaten Madiun, hanya ada dua festival adiluhung yang pernah saya dengar, festival pencak silat dan festival inovasi desa yang baru saja terselenggara tahun lalu di Alun-Alun Kabupaten Madiun. Namun, keberlanjutan dan kualitasnya perlu kita tanyakan ulang.

Desa dan beberapa komunitas di Kabupaten Madiun memang memiliki festival tahunan yang beragam, contoh saja Festival Budaya Udar Gelung di Desa Mojorejo, Festival Manco di Tambak Mas, Madiun dan Sepasma atau “Sepasar Ing Madiun”. Agenda yang sudah ada ini perlu kita integrasikan lewat kalender event tahunan Dinas Pariwisata, dan kalendernya bisa diakses oleh publik, atau kalau perlu ditambah kuantitas event jika pariwisata Kabupaten Madiun benar-benar ingin bangkit melalui jalur festival.

Melibatkan Masyarakat

Partisipasi masyarakat dalam pengembangan pariwisata adalah kunci dalam menjaga keberlangsungan wisata, memberikan ruang kepada masyarakat untuk berkontribusi adalah upaya untuk mengedukasi dan memantik rasa memiliki masyarakat terhadap wisata yang ada. Sebab memang beginilah tujuan pariwisata seharusnya, membahagiakan masyarakat sekitar sebelum wisatawan, jika kedua hal ini terbalik, ya remok bosku haaa!

Problematika yang ada saat ini adalah kebiasaan lepas tangan pemerintah pasca melakukan pembinaan, dukungan pemerintah sebagai pemangku kebijakan dalam peningkatan kapasitas dan kapabilitas SDM memang perlu kita apresiasi, upaya mereka untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan potensi wisata dan lingkungan juga sering dilakukan. Namun, akhir dari pelatihan dan pembinaan sering mereka lupakan, fungsi pengawasan sering luput dari pikiran.

Menambah kuantitas festival juga jadi salah satu jalan untuk melibatkan masyarakat dalam pembudayaan pariwisata, meminta masyarakat untuk membantu dan mengawasi event akan sangat efektif untuk memberi spirit kesadaran. Perlahan namun pasti, hal yang demikian akan mengajak masyarakat untuk meningkatkan kualitas, pengetahuan, dan profesionalitas dalam menyelenggarakan pertunjukan. Tentu harus dibarengi dengan pendampingan yang persisten.

Memprioritaskan Pariwisata

Skala prioritas untuk menjadikan pariwisata sebagai core pembangunan dan penggerak ekonomi menjadi salah satu kunci keberhasilan Banyuwangi, hal ini tentu telah melewati diskusi dan kajian akademik yang intens. Sulit rasanya kalau kita ingin cepat membangun daerah jika harus mengerjakan semua sektor, kalau ingin cepat ya harus mengambil pilihan, dan Pemerintah Banyuwangi memilih pariwisata sebagai mesin pembangunan.

Dengan pilihan ini, mau tidak mau, pembangunan sektor lain harus diarahkan untuk menunjang pariwisata. Kolaborasi antardinas untuk sinkronisasi arah pengembangan menjadi hal penting dalam prosesnya, tentu tidak mudah untuk bisa meluruhkan ego sektoral masing-masing dinas dan mengarahkan proyeksinya kepada pariwisata, tapi Kabupaten Banyuwangi berhasil melakukannya. Semua diatur untuk bisa dijual, Dinas Pertanian mengembangkan lahan menjadi agrowisata, dst.

Kabupaten Madiun tentu mampu untuk memprioritaskan pariwisata sebagai mesin pembangunan, membentuk ekosistem birokrasi yang satu visi, terobosan kerja yang cepat dan akurat, serta  sistem tata kelola kerja tim yang solid untuk mewujudkan pariwisata yang hebat. Mudah untuk diucapkan tapi sulit untuk diwujudkan, ya begitulah nada miring ketidakmampuan pemangku kebijakan atas saran futuristik masyarakat sipil.

Visi Kepimimpinan dan Digitalisasi

Keberhasilan pariwisata Banyuwangi tak bisa lepas dari tangan Bupati Azwar Anas, komitmennya untuk menjadikan semua dinas adalah dinas pariwisata terbukti cukup efektif dalam memberikan kontribusi terhadap tumbuhnya pariwisata Kabupaten Banyuwangi. Dengan visi yang konkrit dan sistematis, Dinas Pariwisata tak bergerak sendirian, bidang lain turut mengembangkan dan menyumbang partisipasi dalam keberhasilan dunia wisata.

Dinas Pengairan menata sungai agar layak menjadi wisata air, Dinas Perkebunan menciptakan agro wisata yang jadi tujuan wisata, Dinas Perdagangan menciptakan festival batik yang menggerakkan ekosistem pekerja kreatif di dalamnya, dan masih banyak lagi bentuk sinergitas organisasi pemerintahan daerah dalam menunjang program-program pariwisata. Pola kerja sama birokrasi semacam ini memang sulit dilakukan, tapi akan selalu ada upaya untuk mencapainya.

Digitalisasi dan interkoneksi dengan industri kreatif menjadi unsur penting dalam kegemilangan pariwisata Banyuwangi, tagline Banyuwangi sebagai “The Sunrise Of Java” tersiar dari satu media ke platform media lain, keterbukaan akses terhadap pelaku industri kreatif untuk menjadikan Banyuwangi sebagai lokasi produksi juga patut kita contoh, pertanyaan untuk Dinas Pariwisata Kabupaten Madiun bukan siap atau tidak siap, tapi mau atau tidak mau?