Diskominfo Kabupaten Madiun: Persisten Semenjana Lalu Optimal Lucunya

foto: pemkabmadiun

Sejak 2019, sudah banyak sekali kelucuan yang saya dapatkan dari Diskominfo Kabupaten Madiun. Namun, puncaknya ada di tahun 2023, tragedi yang tak akan pernah saya lupakan, dinas yang mengatur komunikasi tapi aneh dalam melakukan kerja komunikasi, dinas yang ngurusin teknologi, tapi nampak acuh perihal perkembangan teknologi. Catatan ini akan merekam persinggungan saya dengan Diskominfo Kabupaten Madiun, mungkin akan cukup panjang, karena banyak sekali kenangan “kocak” bersama dinas yang funny ini.

Saya lupa tahun pastinya, tapi ingat betul momennya. Kira-kira usia saya saat itu 17 tahun, memang diri ini sedjak dini sudah dipaksa semesta untuk dekat dengan pemerintahan, untuk basa-basi dengan petahana, dan berdamai dengan jokes template pejabat yang garing itu. Pagi cerah, kawan-kawan media diundang ke Kantor Diskominfo Kabupaten Madiun, kami sarasehan untuk saling terhubung, bertukar ide, bertempur gagasan, dan cipika-cipiki tentang optimalisasi penggunaan media sosial. Saat diberi kesempatan pegang mikrofon, saya menyampaikan banyak hal, intinya tentang budaya dan ekonomi kreatif.

Kawan-kawan yang hadir juga nampak memukau dengan saran dan gagasan futuristiknya. Sebagai anak muda dengan idealisme paripurna, tentu hanya ada wacana ideal dalam pikiran, dada saya bergembira karena suara kami didengar oleh pejabat dinas. Pulang dari sarasehan, saya bahagia betul, bisa berfoto dengan pejabat, berseragam, bergelar, dan dihormati masyarakat. 3 bulan pasca sarasehan, saya kecewa berat, tidak ada perubahan yang saya rasakan, Diskominfo Kabupaten Madiun masih saja semenjana, biasa-biasa saja.

Kok semenjananya dibawa hingga 2023. Bahkan nampak sedang terjadi regresi profesionalisme dalam bekerja, penurunan ini bisa nampak dari sosial media Diskominfo, banyak sekali design yang dipaksakan, caption yang asal copas, dan tidak adanya profesionalisme dalam mengelola sosial media. Kritik yang demikian pasti dijawab dengan alasan klise yang nggak masuk akal, nadanya sering berbunyi karena tidak ada sumber daya, anggaran yang kurang, dan alasan sing ngunukuilah. Padahal, ini masalah sederhana, sangat sepele, tapi malah sembunyi dibalik ruwetnya birokrasi.

Renja Semenjana

Membaca rencana kerja tahunan Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Madiun, sebuah agenda anak muda yang tidak skena. Singkatnya, RKT adalah rencana kerja strategis agar tujuan perangkat daerah dapat tercapai. Tiap perangkat daerah musti punya rencana kerja, tanpa RKT, dinas bakal kerja serampangan tanpa pedoman organisasi yang jelas. Sekarang muncul pertanyaan yang sangat sederhana. Apakah target  dan komitmen kerja Diskominfo tercapai? saya pikir kebanyakan dari kalian akan menjawab, tidak!

Saya ingin menulis hal yang sederhana saja, yang tidak melibatkan data kuantitatif. Di dalam RKT 2023, ada klaim beberapa kinerja yang berhasil, salah satunya adalah  program pengelolaan informasi dan komunikasi publik yang sesuai target, data ini berbanding terbalik dengan fakta yang dirasakan masyarakat, pernahkah kalian merasakan kehadiran Diskominfo Kabupaten Madiun? Setidaknya dalam memberikan edukasi tentang perkembangan teknologi, merespon kehadiran kecerdasan buatan, atau hal sesederhana merespon kritik dari publik, kalau saya sih sama sekali nggak merasakan, kalau kalian? Mungkin sama saja wkwk. 

Program pengelolaan aplikasi informatika, menjadi salah satu klaim kinerja yang katanya sesuai target. Rasa-rasanya kok aneh membaca kisah pencapaian Diskominfo satu ini, memang produk aplikasi informatika apa yang mereka lahirkan, kalaupun memang sudah ada, sejauh mana mereka menjaga keberlanjutannya? apakah mampu diterima masyarakat?. Tentu rakyat bisa menilai sendiri, bahwa klaim keberhasilan pengelolaan aplikasi informatika ini layak diragukan. Kalau dampak nyatanya saja tidak ada, kok berani beraninya ngasih klaim sesuai target, atau jangan-jangan, targetnya bukan keberdampakan, indikator keberhasilannya cuman penyerapan anggaran? Ah saya diam saya nggak tahu. 

Ada juga sub kegiatan yang dinilai melebihi target dalam RKT tahun 2023, keberhasilan dalam mengelola informasi dan komunikasi publik dengan jumlah informasi yang telah dipublikasikan melalui media Pemkab Madiun,  harus saya akui memang ada perubahan, ada pengelolaan komunikasi publik yang jauh lebih baik. Namun, cara dan optimalisasinya masih jauh dari kata berhasil, ada banyak hal yang nampak dipaksakan, dikerjakan oleh mereka yang tidak profesional. Padahal, daerah ini punya banyak anak muda, yang main media juga anak muda, tapi informasi publik yang disampaikan masih pakai cara-cara tua. Oh iya, instagram Pemkab Madiun belum centang biru, bisa dianggarkan ya bos, tiap bulannya cuma 130k aja. 

Faktor kegagalan dalam mencapai target disebabkan oleh hal yang sama, dari tahun ke tahun masalahnya sama, diselesaikan dengan solusi yang sama. Akhirnya, masalah nggak selesai. Hal yang menyebabkan kinerja Diskominfo tidak maksimal selalu disebabkan oleh alasan klasik bernada: SDM  terbatas, anggaran bergeser, dan kegagapan dalam melihat perubahan. Kalau adaptif dengan perubahan saja masih tertatih-tatih, bagaimana bisa optimal dalam bekerja dan berinovasi, aneh bener dah. Husnudzon saya, capaian dalam laporan hanyalah naskah administratif, diselesaikan dengan cara normatif, lalu diisi dengan indikator keberhasilan yang biasa-biasa saja.

Puncak Kelucuan

Momen ini lebih baik disebut kelucuan saja, karena tragedinya memang lucu. Tak baik marah-marah dan mencaci dengan diksi "bajingan tolol". Jadi, Dalam rangka memperingati Tahun Baru Islam 1445 H, Pemkab Madiun melangsungkan pengajian akbar bareng Gus Muwafiq,  selain ada tausiyah kebangsaan, agenda perayaan juga dimeriahkan dengan seminar literasi digital, keynote speakernya Kaji Mbing, Bupati Madiun. Ternyata seminar ini sangat dibutuhkan masyarakat, tak terkecuali admin sosmed perangkat daerah, karena sebelum seminar digelar, admin instagram Diskominfo terbukti mencelakai kaidah literasi dan budaya digital. 

Admin instagram Diskominfo salah tulis, terjadi click bait, saya nggak tahu ini disengaja atau kekeliruan saat bekerja, tapi menulis nama Gus Muwafiq menjadi Gus Munafik adalah hal yang why. Kolom komentar sempat diserbu oleh netizen, mereka nampak marah, meminta admin untuk segera merevisi redaksi Gus Munafik jadi Gus Muwafiq, ini kalau kata teman saya yang mondok namanya suul adab, tapi saya nggak paham-paham banget soal adab. Yang saya ngerti, kekeliruan ini jelas karena kurangnya kualitas SDM, tidak profesional saat bekerja, dan mempertegas kalau komunikasi publik memang tak jadi prioritas. Makanya aneh, kok bisa capaian komunikasi publiknya sesuai target.



"Media sosial bukan merupakan sarana untuk mengadu. Silakan sampaikan laporan, aspirasi atau permintaan anda melalui: www.lapor.go.id" Ini adalah kalimat yang diucapkan oleh Diskominfo Kab Madiun, anda bisa membacanya di laman website diskominfo.madiunkab. Kalimat yang menjelaskan bahwa media sosial bukanlah tempat untuk mengadu, bayangkan, mau berharap apa kalian dengan Dinas Komunikasi dan Informatika yang menolak keberadaan media sosial sebagai ruang percakapan publik, ingin pelayanan publik efektif dan efisien tapi menegasikan sosial media sebagai media interaktif arus utama modern ini. Sungguh pernyataan yang kembali menguatkan, bahwa hanya kelucuan yang ada dan terus berlipat ganda. 



Sudah banyak saran, ada puluhan masukan, bahkan ratusan ide kreatif untuk Diskominfo Kab Madiun, tapi tak pernah digarap serius. Menjadikan alasan anggaran dan kualitas SDM sebagai tameng guna menutupi kekurangan, adalah pernyataan yang malah mempertebal bentuk ketidakmampuan Diskominfo Kabupaten Madiun. Sudah banyak contoh perangkat daerah yang bergerak kreatif, berfikir lintas disiplin agar capaian kerja tuntas dan berdampak. Saran saya, perbaiki cara komunikasi publik, bentuk tim terbaik, ajak anak muda, libatkan langkah-langkah berbeda, dan niscaya, semua itu nggak menjamin apa-apa, wkwkwk. Apalagi kalau tidak ada kemauan yang besar dari semua pihak yang terlibat.