Madiun, Kali Kali Satu dan Upayanya Jadi Daerah Madjou

foto: kemenparekraf

Madiun rasa-rasanya akan menuju kota kelas satu, daerah yang selama ini identik dengan diksi semenjana, biasa-biasa saja, perlahan bersolek menuju smart city, mendunia, dan berkemajuan. Hal ini nampak dari iklim investasi yang menggembirakan. Dalam beberapa tahun terakhir, banyak gerai adiluhung yang berdiri, sebut saja Starbuck, McD, KFC, dan yang paling baru ada Lawson. Gerai ritel dari Jepang yang mulai ekspansi ke Kota Madiun, menjual kuliner Jejepangan yang jamak kita temui saban hari: oden, bento, teh ocha, onigiri, dll.

Kota Madiun, baru saja menerima penghargaan UI Green City Metric 2023, penghargaan yang mendorong pemimpin daerah untuk melaksanakan pembangunan berkelanjutan demi terwujudnya keseimbangan dalam kehidupan. Indikator yang dinilai meliputi penataan kota, pengelolaan energi, aksesibilitas, tata kelola air, sanitasi, dan tata kelola pemerintahan. Kota Madiun bertengger di posisi tiga, Kota Surabaya di posisi dua, dan Kota Kediri di peringkat pertama. Terlepas dari unsur politis yang malesi itu, penghargaan ini layak kita rayakan sebagai awal yang baik.

Hadirnya bioskop XXI, festival musik, dan skena hiburan lain di Madiun, menguatkan kembali bahwa Madiun siap jadi kota kelas satu. Artis ibu kota tak lagi ragu menggelar konsernya di Kota Pendekar. Kamis, 7 September 2023, Play Music Festival bakal mampir di Stadion Wilis Kota Madiun. Telinga warga Madiun akan dihibur senandung mental health Gus Tulus, skena lagu sendu Fourtwenty, dan musik cinta dari Vierratale. Sebelum festival ini, Dewa 19 juga menggelar 2nd City Tour Jawa Timur di Madiun.

FOMO

FOMO (Fear of Missing Out) menjangkit anak muda Madiun. Sebuah fenomena psikologis di mana seseorang merasa cemas atau takut ketinggalan, tak mau melewatkan suatu pengalaman, kesempatan, atau acara yang sedang ramai terjadi. Orang-orang yang mengalami FOMO biasanya tertekan dan khawatir ketika melihat orang lain terlibat dalam kegiatan yang mereka sendiri tidak ikut serta. Individu yang menderita FOMO mungkin merasa terdorong untuk selalu terlibat dalam segala hal, takut melewatkan momen-momen penting atau tren terbaru.

Ambil contoh saja saat Lawson buka, sungguh riuh instastory instagram saya dengan laku FOMO, banyak kawan dekat yang berbondong-bondong antri oden, berdiri hanya demi onigiri, dan bertindak keranjingan bak kemasukan hantu Jepang. Padahal, makanan ini sering kita temui saban hari.  Mudah saja kita dapatkan. Tapi algoritma sosial menjadikannya berbeda. Mereka rela antri hanya untuk mencicipi seporsi oden dan segelas teh ocha. Tidak ada yang salah, FOMO bukanlah laku hidup yang keliru, ini hanya soal sudut pandang.

Yang menyedihkan, perilaku FOMO dapat berdampak pada kesejahteraan mental dan emosional seseorang: kelelahan, stres, dan kecemasan. Individu yang terjebak dalam pola pikir FOMO, mungkin merasa kurang puas dengan kehidupan mereka sendiri. Selalu membandingkan diri dengan orang lain. Hal ini bisa berdampak negatif pada harga diri dan rasa percaya diri anak muda. Untuk mengatasi perilaku FOMO, penting bagi individu untuk mengembangkan kesadaran diri dan mengenali diri jauh lebih dalam. 

Kerja Keras

Dunia percaya bahwa kerja keras akan melahirkan sesuatu yang berkelas, apalagi dengan kerja cerdas dan berkesinambungan. Kemajuan juga mengharuskan kita untuk bekerja jauh lebih ekstra, sesuai dengan slogan Presiden Jokowi “Kerja, Kerja, Kerja”. Hal inilah yang mustinya kita lakukan, terus bergerak meski kadang menyakitkan, terus berdampak meski sering tersepelekan, memang beginilah dunia bekerja, jahat bos!

Etos kerja dan mental kerja berkualitas musti ada dalam pundak pemimpin daerah, baik Kota maupun Kabupaten Madiun. Pembangunan Madiun yang nampak menggembirakan ini, tak lain tak bukan adalah karena semangat kerja kita semua. Kepercayaan kita bahwa Madiun masih layak diperjuangkan, bahwa Kampung Pesilat dan Kota Pendekar masih layak diwarnai!. Apapun pencapaian yang sudah dicatatkan, setuju atau tidak setuju, Madiun jauh lebih baik soal infrastruktur, tapi tidak dengan hal ini: manusianya.

Riuh gemerlap lampu kota menutup mata kita, bahwa ada satu aspek yang selama ini terabaikan, bidang yang fundamental tapi tak pernah serius ditangani, aspek itu adalah kualitas sumber daya manusia. Data boleh menunjukkan adanya peningkatan, tapi tutupnya toko buku legenda “Toga Mas Madiun” adalah bukti nyata adanya kekeroposan kualitas manusia. Saya tak pernah mendengar sebuah bangsa bisa maju tanpa peradaban "buku".