Mau Dibawa Kemana Pariwisata Kabupaten Madiun?

foto: @jepretakbar


Pariwisata Kota Madiun jelas sedang sangar-sangarnya, anda bisa lihat ka'bah berdampingan dengan pohon natal, anda bisa nonton patung singa milik Singapore dan liberty milik US, hanya dengan noleh saja. Ya, cukup dengan menggelengkan kepala dan ngongkek boyok, niscaya keajaiban dunia  bisa anda nikmati saat berkunjung ke Pahlawan Street Center. Memang, perihal replika dan sejenisnya ini, Kota Madiun tak ada lawan yang sepadan, Jogja dengan label istimewanya juga akan tupyah-tupyuh jika harus mengikuti kegemilangan wisata replika milik Kota Madiun. 

Namun, pembangunan masif nan populis seperti apa yang dilakukan Kota Madiun ini menyisakan banyak kekhawatiran. Banyak masyarakat yang mengeluh dan bertanya perihal identitas lokal, ciri khas yang membedakan suatu daerah dengan tempat lain. Jika dibiarkan tanpa solusi yang jelas, tidak menutup kemungkinan Kota Madiun bakal kehilangan ciri khusus yang membuatnya unik, berbeda, dan dicintai masyarakat. Identitas nih penting banget, Jogja tuh pariwisatanya jalan ya karena romantisasi identitas. Bahwa dia istimewa dan berbudaya. Nah, Madiun kalau terus melanjutkan pembangunan replika tanpa punya unique selling point kepada dunia. Ya bersiap saja. 


Tidak usah jauh-jauh membandingkan Kota Madiun dengan Kota Jogja. Mari kita belajar dari pariwisata Kabupaten Madiun, saudara tua Kota Madiun. Dengan geografis dataran tinggi yang lumayan tinggi, ya masa dataran tinggi rendah sih bang, tolol banget. Kabupaten Madiun banyak membangun wisata alam, puluhan wisata berbasis ekologi dibangun masyarakat bersama pemerintah Kabupaten Madiun. Namun, semuanya naik dan surut begitu cepat, tak ada yang mengira wisata alam sebagus Watu Rumpuk sepi, sama sekali tak ada wisatawan yang mengunjungi. Coba tebak kenapa banyak wisata di Kabupaten Madiun terutama yang berbau alam cepat naik tapi juga cepat surut? Ya, tepat sekali praduga anda. 


Inkonsisten atau ketidakberlanjutan, menjaga persistensi pelayanan adalah harga mati dalam bisnis, begitu juga bisnis pariwisata. Peningkatan jumlah wisatawan yang tidak dibarengi dengan  pelayanan yang baik. Akan mengurangi daya tarik wisatawan. Pernahkah anda makan di resto dan berjanji akan makan ditempat yang sama hanya karena pelayanannya ramah. Kalau pernah berarti anda makan di resto yang tepat. Begitu juga seyogianya pariwisata dibangun, konsisten memberikan pelayanan terbaik, entah saat pengunjung sepi maupun ramai. Memperhatikan hal kecil dalam segi pelayanan juga musti diperhatikan, sesederhana tempat parkir yang luas, meja makan yang bersih, dan manajemen tiket yang baik. Kadang wisatawan kembali karena hal kecil yang diperhatikan dengan baik. 


Rasa memiliki masyarakat lokal, untuk menjaga keberlanjutan suatu wisata, kita musti mengajak masyarakat lokal untuk punya rasa memiliki. Ini adalah dasar agar masyarakat mau terlibat dalam giat-giat pariwisata dan mempertahankan keberadaan wisata. Caranya ya sesederhana melibatkan warga dan memastikan masyarakat lokal mendapatkan manfaat dari adanya wisata. Keseimbangan pembangunan juga penting, membangun infrastruktur tanpa memperhatikan kualitas manusia yang terlibat adalah cara halus menjemput kematian wisata. Membangun infrastruktur itu satu hal, tapi membangun kualitas SDM yang terlibat itu hal lain yang tidak kalah penting. Sama pentingnya dan mesti dibangun bersama, tidak tumpang tindih. 


Perubahan tren, kita pernah ada pada fase dimana wisata mesti memiliki spot foto estetik, atau minimal ada spot bertuliskan I LOVE YOU. Inovasi semacam ini cepat naik dan cepat juga turun, namanya juga tren. Sedangkan wisatawan atau publik punya titik jenuh, kebosanan, dan degradasi kesangaran. Dulu foto di sana keren, eh sekarang rasanya biasa saja. Nah, pelaku pariwisata musti adaptif menanggapi tren yang naik turun, preferensi pasar yang berubah mesti dibarengi dengan pola pikir kreatif visioner. Jika tidak siap, ya wisata bakal stagnan, tidak ke mana-mana, menunggu dilibas tren dan ditinggalkan wisatawan saja. 


Marketing, ini hal dasar dalam pemasaran wisata yang sering diabaikan. Masih banyak pelaku pariwisata yang beranggapan bahwa marketing atau promosi adalah tindakan buang-buang duit, bukan hanya pelaku wisata, mereka para pemangku kebijakan juga punya pola pikir yang sama. Wisata yang tidak dipromosikan dengan baik, cepat atau lambat akan ditinggalkan pasar, karena kalah dengan wisata lain yang gencar promosi. Sudah wisatanya generik dan tidak punya keunikan, ditambah males promosi, ditambah lagi keamanan dan kenyamanan kurang. Sungguh paket komplit tuk menjemput kegagalan. 


Dari sedikit hal yang sudah saya sampaikan, kira-kira apa penyebab utama wisata alam di Kabupaten Madiun banyak yang mati. Sumber daya manusianya tidak siap? Infrastruktur tidak memadai? Pelaku pariwisata tidak adaptif dengan kebutuhan zaman? Manajemen pemasarannya buruk? Pemangku kebijakan tak pernah serius menggarap dan mendukung pariwisata? Silakan anda renungi, tapi kalau bagi penulis, tak ada yang bisa kita harapkan dari daerah yang para pemangku kebijakannya egois, pragmatis, konservatif, dan tutup mata saat ada kesalahan. Mari kita bertanya, mau dibawa kemana pariwisata Kabupaten Madiun?